Jumat, 15 Februari 2013

essai kumpulan puisi Sekuntum Padma di Seberang Jendela karya Ririe Rengganis


Perjalanan Padma Menuju Cinta
(Ia bukan cinta tapi sesuatu yang menyaru menjadi cinta ) pada kumpulan puisi Sukuntum Padma di Seberang Jendela karya Ririe Rengganis.
Oleh : Minatus Sholihah

Siapakah cinta?
Orang-orang mencarinya
lalu tergelincir kepada luka
di dalam luka kau menulis puisi
hendak kemana cinta? 

Entah mengapa saya ingin menuliskan tentang cinta itu luka pada lembaran-lemabaran puisi bait yang menjelma cinta. Ungkapan tersebut sebagai pengantar suguhan saat membaca kumpulan puisi Bu Ririe Rengganis. Sekuntum Padma di Seberang Jendela (SPSJ). Lahir setelah kumpulan puisinya yang berjudul Biji Bunga Matahari. SPSJ hadir dengan nuansa melankolis manusia yang tercipta karena cinta. Sebagaimana menurut Fira Basuki, pada sebuah ungkapan dalam novelnya yang berjudul “Rojak” bahwa kehidupan adalah Rojak. Ada asam, manis, pahit, asin , dan pedas. Begitu pula pada penyair dalam SPSJ seolah menghadirkan rasa-rasa itu menjadi dalam tiga jendela, yaitu jendela tentang luka, tentang rindu dan tentang cinta. Namun bagaimana proses penyair dalam fenomena bentukan tersebut? 

Antara Padma dengan Cinta
Saya tertarik pada arti padma, kemudian saya mencoba mencarinya di KBBI. Padma adalah sebuah nama bunga teratai. Memiliki istilah lotus atau bunga seroja  dengan nama latinnya Nelumbo nucifera. Bunga ini memiliki keistimewaan bagi umat Hindu dan Budha. Dalam kehidupannya bunga teratai memiliki tiga komposisi kehidupan, yaitu lumpur (sebagai tempat pijakan akarnya), air (sebagai tempat tinggalnya sebatang tangkai), dan udara (sebagai bersemayamnya daun dan kelopak bunga).

Pada akar Padma tertancap kuat dalam lumpur, hingga air tak mampu menghanyutkanya, maka ia akan tenang. Lumpur adalah kotoran, liat dan menggeliat. Lumpur adalah bagian dari proses manusia itu diciptakan sebelum ia berisikan Ruh dari sang Khalik. Lumpur semacam dosa yang membuat Adam turun di muka bumi sebagai manusia. Dan itulah sejarah mahluk tercipta yang datang ke dunia dengan terjatuh karena nafsu, hasrat bujuk rayu. Namun perjanjian sebagai manusia belum selesai di situ sampai ia mampu melewati setiap ujian dan nilai yang tertinggi adalah kemampuan bertahan.
Padma adalah kata klasik, atau dapat dikatakan itu adalah sebuah majas Aristokrasi, yaitu pengambilan kata yang sudah usang. Hal tersebut sengaja dipilih penyair sebagai tumpuan dalam bait-bait puisinya. Meski klasik, namun itu yang menjadikan SPSJ memiliki irama dalam setiap diksinya. Seperti pada penggalan puisi Sekuntum Padma di Seberang Jendela, sebagai berikut:
suatu pagi,
kulihat sekuntum padma
di seberang jendela
melambai diam-diam
menebar aroma cinta
dalam desir angin
ke penjuru semesta

indah

sayang, padma itu milik tetangga.

Pilihan diksi, pada kata Padma sebagai istilah dari bunga teratai menyimpan sebuah peristiwa kehidupan (perjalanan). Padma menjadi filosofi harapan penilaian kehidupan bagi penyair. Terdapat keindahan yang terjadi ada pada kata  padma yang disandingkan dengan kata jendela. Padma adalah tanaman yang istimewa. Meski ia hidup di lingkungan kotor, namun ia tetap indah dinikmati dan sampai kapanpun ia akan tetap bernama padma(teratai), walaupun ia di tempat yang kotor, tapi ia dapat menaungi hewan-hewan atau serangga-serangga yang ada di sekelilingnya serta dapat memperindah sesuatu yang buruk. Sedangkan jendela adalah lanskap dunia yang memiliki batasan, semacam teleskop dan teropong untuk menafsirkan dunia. Pada bait tersebut, Aku lirik berharap akan ada sebuah pencerahan atau sesuatu yang baik dari pengalamanya menerawang dunia. Segala yang ada di dunia pastinya memiliki keterkaitan erat dengan hukum alam dan hukum manusia. Sosial, ekonomi dan materi selalu mengelayuti perjalanan manusia sebagai mahluk yang istimewa.

(Cinta itu seperi luka atau luka yang serupa cinta?)
Manusia adalah mahluk yang suka berfantasi. Maka manusia suka berkhayal yang tinggi dengan menciptakan apa yang ia suka dalam benak dan fikirannya. Bahkan juga berani menirukan tuhan. Aku lirik seolah menciptakan dunia harapan dari sebuah impian itu dengan mengintip padma.  Namun ternyata bukan ia saja yang dapat menikmatinya dan ia tak berhak untuk memiliki. Dalam kaitannya dengan bait, tampaknya dunia itu lebih mengerucut lagi pada mahluk, entah apa yang dimaksudkan penyair terkait hal tersebut. Hal tersebut menjadi sebuah bakal percintaan yang terkesan menyakitkan.
Sayang, padma itu milik tetangga.
Pada sekuntum padma, mengapa tidak dengan sekuncup padma atau sekuncup teratai, setangkai padma atau setangkai teratai. Tampaknya penyair lebih suka dengan bentukan kata klasik. Padma memiliki tafsiran sendiri bagi penyair. Seolah penyair ingin mencoba menampilkan lanskap kenangan lama. Puisi pertama yang berjudul “Perempuan Jatuh dari Surga”, mengingatkanku pada kisah Adam yang jatuh karena sebab ingkar pada Tuhannya. Sebab hawa nafsu dan perempuan. Namun pada bait ini makna itu sengaja dibalik. Perempuan itu jatuh karena pilihannya sendiri untuk jadi manusia.  (puisi hal: 03)
Dapat di tafsirkan bahwa kumpulan puisi SPSJ adalah kumpulan perjalanan menuju per(ke)baikan aku lirik. Pada setiap jendela terdapat penggambaran atau tayangan yang berusaha untuk menampilkan masa lalu. Seperti pada puisi “Ketika Aku Ingin Berkirim Pesan Padamu” sebagai berikut:
Sebab hanya padamu,
Aku temukan segala yang pernah hilang.
Lantas, salahkah bila sekian rindu ini terajut
Hanya padamu?
….
Bait tersebut menggambarkan kerahasiaan yang sudah lama terpendam serta ada penyesalan yang membuat aku lirik mengadakan yang tiada. Aku temukan segala yang pernah hilang . Itu adalah impian masa lalu yang pernah terajut namun pada akhirnya aku lirik sendirilah yang kemudian mempertanyakan kelayakannya sebagai manusia yang pernah membayangkanya, menganggankan sebuah harapan.
Pada batangnya yang menerobos sampai ke langit air, menandakan kekukuhan. Air lahir bersama riak dan arus. Di sanalah kehidupan bermuara pada sebuah pengujian. Melewati arus dan riak yang menjadikan manusia semakin dewasa atas perjajian lama yang dibuatnya bersama Ruh dengan Tuhan. seperti pada puisi berikut:
Telah begitu lama
Aku tak berdoa
Dengan cara yang biasa
Diajarkan ibu padaku.

Sebab aku ingin bertemu tuhan
Dengan caraku sendiri.

Tafsiran bait ini saya jadi teringat pada cover buku SPSJ. Saya menggambarkan bahwa dibalik gambar tersebut ada seorang perempuan yang sedang mengintip padma seraya berdoa memunguti kelopak rindu agar ia dapat memilikinya. Namun padma menunduk dengan segala kerendahanya.
Pada daun dan kelopak bunga yang membentang ke langit air hingga ia bersua dengan udara dan cahaya, menjadikan bukti bahwa keindahan itu berasal dari sebuah hasil perjuangan panjang. Ialah cinta dalam jendela tentang cinta. Ternyata dengan mencinta aku lirik telah menjajali semua rasa menjadi biasa hingga ia berhak merayakannya. Seperti pada kutipan “Lelaki Air” sebagai berikutberikut:
Aku merayakan bersama teman-temanku dalam sebuah pesta di tepi sungai, pesta perayaan kedwasaan…
Itulah harapan tertinggi yang terciptakan dari sebuah untaian-untaian melankolis pada bait-baitnya terdahulu tentang luka dan tentang rindu. Ia semakin terbiasa menjalani sebuah pahit manis kehidupan. Air hadir dengan segala riak dan ombak.
Setelah tiga perjalanan tersebut lahirlah sebuah cinta. Namun ada sesuatu lain yang menyarunya menjadi cinta. Harapan-harapan seringkali dihadirkan oleh aku lirik lewat padma, purnama, air, dan dengan tuhan. Kebanyakan Puisi Bu Ririe menikkan beratkan pada subjek seorang perempuan dengan dampaan-dampaannya. Misalnya seperti: Perempuan Yang Jatuh Dari Surga, Bukan Kisah Cindrelela, Perempuan Yang Mencintai Hujan, Lelaki Air dan yang lainnya. Tenyata sebenarnya cinta itu hadir karena luka. Karena luka itu yang sebenarnya cinta dan cinta-luka itu sama saja.

NB: Ini essai perdana sekaligus bahan penyajian saya, yang saya buat untuk acara bedah buku Bu Ririe Rengganis, Dosen Sastra FBS Unesa (14/02/2013) di Studio Sastra T4.0303 dengan di hadiri sastrawan Jawa Timur asal Madura, Timur Budi Raja. Dengan  gaya pembahasannya yang renyah, membuat saya sebagai pemula merasa tergerak untuk semakin belajar darinya untuk menjadi penyaji yang baik. Semoga di lain waktu akan ada kesempatan yang baik untuk saya bertatap muka dan berdebat Apresiasi Sastra dengannya dan sastrawan-sastrawan lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar