Selasa, 30 April 2013

Sejarah desa Dengok Kandang Semangkon kecamatan Paciran kebupaten Lamongan Jawa Timur


Oleh Minatus Sholihah
Desa dengok kandang semangkon merupakan dusun yang masih dalam tataran kecamatan Paciran kebupaten Lamongan. Letaknya yang dekat dengan laut, menjadikan desa dengok menjadi tempat yang sentral dan strategis bagi jalur perdagangan atau bisnis yang lain. Sebelum bernama Desa Dengok kandang semangkon, nama desa tersebut adalah Martamu. Nama yang sengaja dipilih oleh masyarakat karena desa tersebut sering kali menjadi tempat berkunjungnya para saudagar dan kerajaan-kerajan jawa sebagai jalur perdagangan dan bisnis lain. Mangkon adalah pelabuhan kecil yang dimiliki desa tersebut, yaitu tempat gerbang utama untuk memasuki desa martamu dari jalur laut. Mangkon adalah istilah jawa “mangku” yang berarti menyambut atau menjamu. Para pendatang akan disambut dengan alam desa tersebut, yaitu pelataran pasir yang cukup luas serupa lapangan sepak bola. Selain sebagai penyambutan para pendatang, pelataran tersebut seringkali dipakai masyarakat, khususnya anak-anak bermain dan melakukan aktifitas yang lain seperti bela diri.
Desa tersebut memiliki sejarah yang cukup panjang. Terdapat tragedi yang pelik dalam sejarah terjadinya desa tersebut. Bermula dari seorang saudagar yang berkunjung. Saudagar tersebut sangat menggumi nuansa arsi desa tersebut. Ia kemudian ingin tahu nama desa tersebut. Saat berjalan-jalan ia pun bertemu bocah kecil yang sedang bermain di Mangkon. Ia pun bertanya “iki desa apa jenenge?” (ini desa apa namanya?). anak kecil itu pun menjawabnya dengan seadanya dan semampunya “iki desa Matamu, pak” (ini desa matamu, pak). Merasa harga dirinya sudah lecehkan oleh anak tersebut, saudagar pun tidak terima atas ucapan yang dilontarkan oleh bocah itu. Kemudian saudagar membunuhnya. Kejadian itu akhirnya dilihat oleh seorang warga desa yang tak sengaja lewat dilokasi kejadian. Warga tersebut lari ketakutan seorang diri ke pemukiman penduduk dan mengabarkan apa yang baru saja dilihatnya. Setelah mendengar kabar tragedy itu, seketika para warga penasaran ingin melihat kejadian tersebut. Mereka berbondong-bondong kelokasi kejadian untuk melihat yang sebenarnya terjadi. “ayo dengok-ayo dengok” (ayo lihat-ayo lihat) ujar semua warga yang datang untuk melihat kejadian itu. Namun sayang mereka sudah terlambat. Bocah tak berdosa tersebut akhirnya  meninggal. Atas dosa yang ia tidak tahu sebab mulanya. Untuk mengenang peristiwa tersebut akhirnya bocah tersebut dikuburkan di Mangkon tempat bermainnya dulu dan sekaligus lokasi terjadinya peristiwa tersebut. Dan akhirnya Mangkon menjadi tempat penguburan desa. Tragedi tersebutlah yang akhirnya menjadi cikal bakal terjadinya sejarah pergantian nama dari desa Martamu menjadi desa Dengok. Dan sampai sekarang cerita tersebut masih diyakini kebenarannya oleh masyarakat setempat.

3 komentar: