Sabtu, 19 Januari 2013

Jurnalistik








Oleh
Minatus Sholihah
(102144015)


Uneversitas Negeri Surabaya
Fakultas Bahasa dan Seni
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Prodi Sastra Indonesia
2013

a.   Fress news :
Brifing bersama anjing Wihara


Jumat pagi (14/12) Wihara Mojokerto kedatangan mahasiswa Unesa Jurusan Sastra Indonesia angkatan 2010 guna melakukan kegiatan jurnalistik. Tepat pukul 06.00 mereka tiba dengan rombongan. Kurang lebih 40 anak ini, kemudian bersiap menata diri untuk terjun ke lokasi. Setelah tiba mereka berpencar menurut kelompoknya. Ada delapan kelompok. Perkelompoknya di isi delapan sampai Sembilan orang. Mereka semua berpencar untuk mencari sumber berita perihal Wihara tersebut.
para mahasiswa begitu semangat meskipun ada anjing berkeliaran di Wihara. Lebih dari 10 anjing di lepaskan di dalam Wihara. Anjing-anjing tersebut sudah jinak, namun ada sebagian mahasiswa yang takut dengan anjing. “anjing ini adalah kawan budha. Makluk yang harus kita kasihi” kata pria yang berpostur kekar dan gondrong. Sebut saja ia Sono (40th) penjaga sekaligus tukang sapu Wihara saat di Tanya kenapa anjing-anjing tersebut dibiarkan berkeliaran di Wihara.
Ketika sudah mendapatkan yang di cari para mahasiswa berkumpul dan membentuk barisan lingkaran di pahon rindang dekat patung Budha rasaksa yang terpajang sudah 80 tahun lamanya menurut pak Sono. Mereka berkumpul untuk mendiskusikan proses pencarian berita dengan di damping Dosen pengampu mata kuliah Jurnalistik, Pak Andik Yulianto. “tampaknya ini cocok untuk berita yang berjenis Feacure” jelas beliau disela-sela memberikan brifing pada para mahasiswanya. Mereka sangat antusias meski mereka harus was-was dengan anjing-anjing. Namun ada-ada saja ulah si anjing. Ternyata ada anjing yang sedikit bandel alias nakal. Ia menyerobot masuk di tengah-tengah barisan lingkaran mahasiswa ketika pak Andik sedang memberikan. Anehnya si anjing seolah tak ingin ketinggalan mendenngarkan intruksi pak Andik pada mahasiswanya dan ikut-ikutan menjadi pendengar aktif. Tapi perkumpulan tersebut berlangsung lancar tanpa ada yang harus masuk rumah sakit karena anjing(min).


b.     Feacure:

Putus dengan Gontor, jadi teladan orang Jombang
Pendiri BEC, M. Kalend O.
Setiap pagi ia harus bersiaga berlomba dengan surya. Dengan perlengkapan yang sudah di sediakan Masjid Hidayah, seperti sapu dan lain-lain, ia berusaha untuk menjadikan masjid sebagai tempat ternyaman bagi orang-orang yang menggugurkan niatnya di situ. Tegap dan hitam legam tubuhnya membuat, pria yang berbadan seperti James Bon ini pantang arang melawan hari. Waktu itu dia di datangi tiga orang mahasiswa dari IAIN yang ingin berguru pada pak Yasid, gurunya, untuk belajar bahasa inggis sebagai ujian kelulusan mereka, tapi kesempatan yang kurang mendukung, pak Yasid ternyata tidak ada dirumah, beliau sedang di luar kota. Maka oleh tetangganya disuruhlah ketiga mahasiswa itu untuk belajar pada orang yang sedang menyapu di masjid itu, yaitu dirinya, dialah M. Kalend (40th), sang pendiri kampung inggris di jombang. Itulah awal mula cerita berdirinya BEC (Basic English Course).  
Bukan karena lahir dari dirinya, tapi berkat kratifitas dan dari permintaan orang yang pernah ditolangnya. Dialah sang guru besar. Pak Kalend merintis BEC karena dukungan dari orang-orang mendapatkan kemanfaatan selama belajar bersama darinya. “BEC ini ada karena mereka menginginkannya” jelas beliau saat talk show kemarin jumat (14/12) di laboratorium BEC.  
Sebagai seorang perantau, beliau dibebani tanggung jawab yang besar dimata keluarganya. Siti Fatimah, ibunya menaruh harapan agar anaknya dapat menjadi orang yang berguna untuk bangsa jika sudah kembali lagi ke pulaunya di Kalimantan Selatan. Beliau berangkat untuk menimba ilmu di tanah Jawa. Gontor adalah tempat yang inginkan oleh ibunya agar ia bersekolah disana. Namun nasib berkata lain. Kelas 5 pak Keland putus sekolah, entah apa yang menyebabkanya. Tapi ia masih terus belajar dan belajar pada guru-gurunya. Keterikatan Pak Kalend dengan guru-gurunya menjadikan pak Kalend memiliki wawasan yang luas tentang kebahasaan. Pak Kelan belajar pada Pak Yasid yang memiliki kepenguasaan 5 bahasa (arab, inggris, mandarin, jepang, korea), namun pak ia tak mau kalah, ia terus belajar dan belajar sampai akhirnya ia dapat menguasai sampai 9 bahasa.
Pak Kalend tidak ada niatan untuk membuatan les-lesan. Namun dengan semakin bertambahnya murid, akhirnya menjadikan kampung Pare tersebut sebagai gudangnya les-lesan bahasa inggris. Masyarakat luarpun juga banyak yang tertarik untuk belajar disana. Tahun demi tahun ternyata orang-orang yang minat belajar berkembang pesat. Hingga suatu ketikan ada wartawan dari MCTV datang bertandang untuk mencari info dan tertarik untuk mempublikasikannya ke media masa. Oleh wartawan tersebut, kampung pak Kalend mendapatkan julukan kampung inggris. Itulah asal mula penyebaran kursus bahasa inggris di Pare. “bekerja, perkuat kesabaran, meneliti langkah kerja kita kedepan agar menjadi lebih baik” jelas Pak Kalend. Berkat pengabdian, kesabaran dan kerja keras itulah pak Keland akhirnya menikmati buah yang ditanamnya.
Semakin bertambahnya les-lesan tersebut, akhirnya Pak Kalend berinisiatif untuk memberikan wadah organisasi yang bernama BEC (Basic Englis Course). BEC mulai disahkan berdiri pada 15 Juni 1977, tepat menjelang HUT yang ke 35. Mulai dari 6 orang sampai sekarang sudah mempunyai alumni lebih dari 19.000 orang. Dan prediket kota Pare sebagai tempat yang sepi pun akhirnya berubah seiring bertambahnya usia BEC yang berdiri dengan cukup megahnya di tanah madani. Meski tercatat sebagai alumni yang putus sekolah di Gontor, Pak Kalend masih menerapkan sistem yang ada di Gontor untuk peserta didiknya, seperti berjilbab bagi yang muslimah, tidak boleh pakai pakaian yang ketat dan selalu perpenampilan rapi.
Respon positif juga di rasakan oleh masyarakat setempat tentang kampung inggris. Masyarakat antusias menjadikan tempat tersebut sebagai wisata juga, karena di dalamnya terdapat banyak fasilitas yang mendukung, seperti penyewaan sepeda dan toko-toko yang berjejer di pinggir-pinggir jalan.  “kalau kita berkarya jangan menikmati sendiri, setidaknya lingkungan juga ikut menikmati” begitulah jelasnya. Setidaknya sebuah usaha yang berasal dari pengorbanan dan kesabaran pasti akan berdampak baik bagi orang yang senantiasa rela bersungguh-sungguh untuk perjuangan itu. Dan dengan kreatifitas seseorang dapat memiliki hidupnya juga dengan lingkungannya (min).






c.     Investigasi
Kerlip malam di Gumul Kediri
Simpang Lima Gumul pada malam hari, jumat (14/12)
Siapa yang tidak kenal Gumul Simpang Lima. Monumen yang menyerupai gedung ini memiliki pola desain dari Paris. Berada di Desa Tugurejo, Kecamatan Gampengrejo, Kediri, Jawa Timur di pusat pertemuan yang menuju Gampengrejo, Pegu, Pare, pesantren dan plosoklaten, Menang Kediri.   Tempatnya yang sangat strategis menjadikan tempat ini sebagai maskot pariwisata yang idola di kota Kediri.
Trowongan Simpang Lima Gumul, Jumat (14/12)
Dalam bangunan ini terdapat banyak fasilitas berupa, pasar, lapangan dan fasilitas wisata yang lain, seperti waterpark, kolam renang dll.  Sebelum memasuki gedung terlebih dahulu kita melewati trowongan yang panjangnya 10 km. pada ujung trowongan tersebut terdapat tangga untuk menuju gedung. Juga terdapat pasar.
Suasana yang sangat cantik dimalam hari membuat orang-orang berbondong-bondong untuk menikmati keindahan Simpang Lima Gumul. Pengunjung rata-rata dari orang luar Kediri. Berkunjung dengan bersama keluarganya dalam acara pariwisata akhir tahun. Selain keluarga, juaga ada pasangan pemuda dan pemudi yang tidak mau melewatkan momen istimewa malam di Gumul.
Namun mayoritas pendatang Simpang Lima Gumul adalah dari kalangan pemuda dan pemudi. Ternyata dari sebatas tempat pariwisata Simpang Lima Gumul juga dapat dikatakan sebagai tempat ajang untuk menginspirasi kaum pemuda untuk mengapresiasikan kasih. Untungnya ada banyak satpam yang berjaga disana sepanjang jam malam. Jadi keindahan dan kesucian Simpang Lima Gumul akan tetap terjaga. Semoga saja. (min)


d.     Deb news (profil BEC):

Progran belajar 6 bulan BEC
Peserta keluar Lab. Usai menyambut mahasiswa Unesa Jumat (14/12)
BEC (Basic English Course) berdiri pada 15 Juni 1977 di kota Pare, Kediri oleh bapak Muhammad Kalend. O. Awal berdiri hanya dengan 6 orang namun sekarang lebih dari 19.000 orang alumni. BEC adalah kursus bahasa inggris yang memberikan layanan khusus bagi peserta yang kurang mampu berbahasa inggris yang baik dan benar. Hadir dengan program belajar selama 6 bulan. BEC berfokus membangun dan membentuk dasar kemampuan berbahasa inggris, terutama speaking agar peserta dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar.  Selama program 6 bulan jalan peserta akan di berikan pembagian kelas-kelas khusus. Pembagian tersebut dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu: BTC, CTC, dan TC.
Basic Training Class (BTC) adalah program awal, program ini berorientasi pada pemahaman dasar speaking atau basic speaking. Durasi proses belajarnya adalah satu bulan. Materi yang dipelajari menitik beratkan pada pembahasan 16 tesis. Pada tahap ini peserta wajib melakukan tutorial yang menitik beratkan pada speaking yang di bombing oleh peserta program MS. Dengan masuk kelas lima kali dalam seminggu dari senin s.d jumat dan mengikuti program study club serta mengikuti program Nighly Speaking.
Candidate of Training Class (CTC) adalah program lanjutan dari BTC dengan lama belajar selama dua bulan. Pada program ini siswa di tuntut untuk menghafal New Concept English book unit 1-15. Menekankan peserta untuk memahami kalimat pasif / Passive Voice dan kalimat langsung / tidak langsung ( Direct Indirect ). Setiap hari jum’at , mereka wajib mengikuti program meeting dan ujian lisan. Prosentase penyampaian materi 50% bahasa Inggris dan 50%bahasa Indonesia.
Training Class (TC) adalah program akhir yang ditempuh selama tiga bulan dengan menitik beratkan pada speaking , grammar , writing dan listening. Penyampaian materi di kelas 100% berbahasa Inggris. Dalam keseharian baik dalam dan luar kelas mereka wajib berbahasa Inggris 100%. Enam kali pertemuan dalam kelas. Pada akhir bulan ketiga diadakan ujian akhir bertemu dan praktek dengan orang asing di Candi Borobudur dan perpisahan.
Selama 6 bulan tersebut peserta di godok secara matang dengan media peraga bukan dengan fasilitas seperti Laboratoruim karena itu akan semakin sulit. “dengan pakai alat modern saja sulit apalagi manual, kenapa harus pakai leb?” ujar pak Kalend saat talk show bersama mahasiswa Sastra Indonesia Unesa di laboratorium, kemarin Jumat (14/12) membahas perihal program BEC.(min)  


e.   Straing news:
Perjalanan Jurnalistik Sastra Indonesia
Kunjungan di Radar Kediri, Jumat (14/12)
Seperti tahun lalu, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) Unesa, jumat kemarin (14/12) telah menerbangkan anak didiknya untuk studi Jurnalistik di luar kota. Kali ini giliran angkatan 2010 Sastra Indonesia. Studi ini adalah bagian dari ujian dalam mata kuliah Jurnalistik yang di ampu oleh pak Andik Yulianto. “fungsinya untuk melatih keterampilan mahasiswa dalam mencari sumber berita, terlebih jurusan ini memberikan peluang besar dalam provesi seperti wartawan” jelasnya.
Proses perjalanan, bus berangkat tepat pukul 06.35 pagi dengan membawa rombongan yang berisi 48 orang mahasiswa, satu dosen beserta istrinya dan dua orang alumni. Dengan tujuan awal mengunjungi Wihara Vihara Majapahit, Trowulan, Mojokerto. Tepat pukul 08.45 rombongan bus tiba dengan selamat di lokasi Wihara dan selesai pukul 09.30 kemudian melanjutkan perjalanan di kota Pare sampai pukul 14.45 berlanjut pada kunjungan di media masa Radar Kediri, pada pukul 19.30 istirahat setelah itu berlanjut pada tujuan akhir di Gumul Simpang Lima Kediri.
Selama proses pencarian berita, para mahasiswa di bantu oleh dua orang alumni JBSI yang sudah terlatih. Mereka adalah anak didik pak Andik yang sudah jadi wartawan dimedia masa, seperti kompas dan jawa pos. “sangat disayangkan sekali jika tak ikut karena ini merupakan dasar perjalanan menjadi seorang wartawan”, kata Lusiana, mahasiswi Unesa yang juga teropsesi jadi seorang wartawan Jawa Pos saat  saya wawancara kemarin. Studi jurnalistik ini di harapkan akan memberikan skil untuk para lulusan JBSI Unesa yang melanjutkan pada provesi dunia media. Mengingat begitu besar peluang dan minat mahasiswa JBSI Unesa di bidang jurnalistik, pak Andik memberikan sarana sebagai pengantar ke masa depan (min).

Minatus Sholihah, biasa dipanggil Mimin atau Mina. Lahir di kota pantura Lamongan 22 Februari 1992 sebagai seorang anak perempuan dari pasangan M. Sholihin dan Srinalun. Sekarang ia sedang melaksanakan studi S1Sastra Indonesia di Unesa. Ia sangat suka baca buku dan menulis sambil dengar musik instrumental. Motonya yang paling diagungkan yaitu “berfikir karena hidup, berkarya karena usia”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar